Banyak orang takut mengaku berutang pinjol karena stigma sosial, rasa malu, dan takut dihakimi. Pelajari faktor psikologisnya, dampaknya pada kesehatan mental, dan cara mulai bicara jujur tanpa memperburuk konflik.
Pinjaman online (pinjol) sering dimulai dari niat sederhana: menutup kebutuhan mendesak, membayar biaya tak terduga, atau “nanti kalau gajian beres.” Tapi ketika cicilan menumpuk, banyak orang justru memilih diam. Mereka menahan cerita dari pasangan, keluarga, bahkan sahabat dekat—padahal dukungan sosial sering jadi kunci untuk keluar dari masalah.
Pertanyaannya: kenapa banyak orang takut mengaku berutang? Jawabannya jarang sesederhana “karena tidak mau jujur.” Biasanya, ini terkait tekanan sosial, rasa malu, dan ketakutan akan penilaian.
1) Stigma Utang: Takut Dilabeli “Gagal” atau “Tidak Bisa Mengatur Uang”
Di banyak lingkungan, utang (terutama pinjol) sering dipandang sebagai:
- tanda ketidakmampuan mengelola keuangan
- bukti “ceroboh” atau “tidak disiplin”
- bahkan dianggap aib keluarga
Akibatnya, orang yang berutang merasa identitasnya ikut tercoreng. Padahal kondisi finansial seseorang bisa dipengaruhi banyak hal: penghasilan yang pas-pasan, biaya hidup naik, tanggungan keluarga, hingga keadaan darurat.
Ketika stigma kuat, mengaku berutang terasa seperti mengaku “kalah.”
2) Takut Dihakimi dan Cerita Menyebar
Banyak orang tidak hanya takut dimarahi, tapi takut jadi bahan pembicaraan:
- takut keluarga besar tahu
- takut dikomentari tetangga
- takut teman kerja menganggap buruk
- takut reputasi turun
Karena pinjol sering diasosiasikan dengan masalah serius, orang khawatir cerita itu akan membesar dan menyebar. Akhirnya, diam terasa seperti perlindungan—walaupun sebenarnya justru memperumit penyelesaian.
3) Rasa Malu (Shame) Lebih Berat daripada Rasa Bersalah (Guilt)
Ini poin psikologis yang penting.
- Guilt (rasa bersalah): “Aku melakukan sesuatu yang salah.”
- Shame (rasa malu): “Aku ini orang yang salah.”
Ketika utang pinjol memicu rasa malu, orang tidak hanya ingin memperbaiki keadaan—mereka ingin menyembunyikan diri. Dan rasa malu sering membuat seseorang:
- menghindari percakapan
- menunda mencari bantuan
- mengambil keputusan dalam panik (misal gali lubang tutup lubang)
4) Tekanan untuk Terlihat “Baik-Baik Saja” di Media Sosial
Di era sosial media, banyak orang merasa harus tampil:
- stabil
- produktif
- sukses
- “nggak punya masalah”
Ketika realita tidak sesuai tampilan, muncul konflik batin:
“Kalau orang tahu aku punya utang, mereka pasti heran—selama ini aku terlihat baik-baik saja.”
Tekanan citra ini membuat orang makin sulit jujur, bahkan pada orang terdekat.
5) Takut Memicu Konflik Keluarga atau Kehilangan Kepercayaan
Untuk banyak orang, mengaku berutang berarti menghadapi:
- kemarahan pasangan
- pertanyaan yang menyudutkan (“buat apa uangnya?”)
- ancaman putus hubungan
- rasa kecewa dari orang tua
Apalagi jika pinjol diambil diam-diam, orang takut kehilangan trust. Maka mereka menunda pengakuan sampai keadaan “tidak bisa ditutup lagi.” Sayangnya, semakin lama ditunda, biasanya masalah makin besar.
6) Normalisasi “Solusi Instan” dan Minimnya Literasi Finansial
Sebagian orang tidak benar-benar paham dampak pinjol saat awal mengambilnya. Ada yang berpikir:
- “cuma sebentar”
- “nanti gampang dibayar”
- “semua orang juga pinjam”
Ketika sadar beban sebenarnya, muncul shock dan malu:
“Kenapa aku bisa seceroboh ini?”
Kurangnya literasi finansial bukan berarti bodoh—sering kali orang tidak pernah diajari, dan pinjol memang dibuat terasa mudah.
7) Dampak Diam-Diam Berutang: Mental Drop, Relasi Retak
Diam tidak membuat masalah hilang—justru sering menambah tekanan:
- stres meningkat karena harus menyembunyikan
- kualitas tidur menurun
- jadi mudah marah/menarik diri
- hubungan terasa dingin karena ada “rahasia besar”
- keputusan finansial makin impulsif
Yang paling berat: rasa sendirian. Padahal banyak orang sebenarnya butuh satu hal sederhana: didengar dan dibantu menyusun rencana.
8) Cara Mulai Mengaku (Dengan Lebih Aman dan Terkendali)
Mengaku berutang memang menakutkan, tapi bisa dilakukan dengan cara yang lebih terstruktur agar tidak jadi ledakan emosi.
Langkah realistis:
- Siapkan data dulu
Catat total utang, jatuh tempo, cicilan, dan pemasukan. Datang dengan angka membuat diskusi lebih tenang. - Pilih satu orang paling aman untuk memulai
Bisa pasangan, saudara yang dewasa, atau teman yang tidak menghakimi. - Mulai dengan tujuan, bukan drama
“Aku mau jujur karena aku mau beresin ini. Aku butuh dukungan untuk bikin rencana.” - Akui perasaan tanpa membela diri berlebihan
“Aku malu dan takut. Tapi aku pengin bertanggung jawab.” - Buat rencana kecil yang konkret
Misalnya: menahan pengeluaran, jadwal bayar, cari tambahan penghasilan, atau minta pendampingan.
Kalimat kunci yang sering membantu:
- “Aku butuh bantuan menyusun rencana, bukan dihakimi.”
- “Aku mau bertanggung jawab, tapi aku nggak bisa sendirian.”
Kesimpulan
Banyak orang takut mengaku berutang pinjol bukan karena tidak peduli, tetapi karena tekanan sosial yang kuat: stigma, rasa malu, takut dihakimi, dan takut kehilangan kepercayaan. Namun, diam justru sering membuat stres membesar dan relasi makin rapuh. Jalan keluar biasanya dimulai dari satu langkah yang berat tapi penting: jujur dengan data, bicara dengan orang yang aman, dan fokus pada solusi kecil yang bisa dijalankan.
Baca juga :