
Dalam beberapa tahun terakhir, pinjaman online (pinjol) semakin populer di Indonesia. Dengan klaim pencairan cepat, syarat mudah, dan akses melalui aplikasi, banyak orang tergoda untuk menggunakannya. Namun, apa yang sebenarnya membuat pinjol terasa begitu menarik, meskipun risikonya tinggi?
Jawabannya bisa ditemukan dalam psikologi manusia—bagaimana otak kita bereaksi terhadap kemudahan, kebutuhan instan, dan tekanan ekonomi.
1. Godaan “Instan” dan Otak Manusia
Otak manusia secara alami menyukai reward instan. Saat ada janji pencairan dana hanya dalam hitungan menit, sistem dopamin kita langsung aktif. Hal ini membuat pinjol terasa seperti solusi cepat atas masalah keuangan, meskipun konsekuensinya berat di kemudian hari.
2. Efek “Anchoring” pada Nominal Pinjaman
Banyak aplikasi pinjol menampilkan nominal besar yang bisa dipinjam. Walaupun pengguna hanya butuh sedikit, angka besar itu menjadi “anchor” psikologis yang membuat mereka tergoda meminjam lebih dari kebutuhan.
3. Ilusi Kontrol dan Kemudahan Akses
Dengan hanya bermodalkan KTP dan smartphone, seseorang merasa seolah-olah penuh kendali atas keuangan. Padahal kenyataannya, kendali ada di pihak pemberi pinjaman yang bisa menekan lewat bunga tinggi dan denda keterlambatan.
4. Tekanan Sosial dan Ekonomi
Banyak orang mengambil pinjol bukan hanya untuk kebutuhan mendesak, tapi juga karena tekanan sosial: gaya hidup, tuntutan keluarga, atau gengsi. Faktor ekonomi yang sulit memperburuk situasi, membuat pinjol jadi jalan pintas meski penuh risiko.
5. Efek “Buy Now, Worry Later”
Psikologi pinjol mirip dengan kartu kredit: orang terdorong untuk memuaskan kebutuhan sekarang, sementara rasa khawatir tentang cicilan ditunda hingga kemudian. Ini menciptakan lingkaran utang yang sulit diputus.
6. Marketing yang Persuasif
Pinjol sering menggunakan iklan dengan narasi emosional:
- “Butuh dana darurat? Kami siap bantu.”
- “Pinjaman cair dalam hitungan menit!”
- “Solusi cepat tanpa ribet.”
Narasi ini menyentuh sisi emosional, membuat orang merasa aman dan dipahami, padahal jebakan bunga tinggi menanti.
7. Kurangnya Literasi Keuangan
Banyak pengguna pinjol tidak membaca syarat dan ketentuan dengan teliti. Rendahnya literasi keuangan membuat orang hanya fokus pada dana cepat, tanpa menghitung bunga, biaya tambahan, atau konsekuensi gagal bayar.
8. Efek Ketagihan
Beberapa orang bahkan mengalami ketergantungan pada pinjol. Setiap kali ada masalah keuangan, mereka kembali menggunakan pinjaman instan karena otak sudah terbiasa dengan sensasi “mudah cair”.
Kesimpulan
Pinjol begitu menggiurkan bukan semata karena teknologinya, tetapi karena cara kerjanya menyentuh sisi psikologis manusia—mulai dari kebutuhan instan, ilusi kontrol, hingga rendahnya literasi keuangan.
👉 Untuk keluar dari jebakan ini, penting bagi masyarakat untuk:
- Meningkatkan literasi keuangan.
- Membiasakan menabung.
- Menggunakan pinjaman hanya dari lembaga resmi berizin OJK.
Dengan begitu, kita bisa lebih bijak menghadapi godaan pinjol dan menghindari dampak buruknya.
Baca juga :